Bangun, Ed!! Oh, atau haruskah aku yang
keluar? Kalau begitu dengan senang hati!! Edmund tersentak. Nafasnya terengah-engah
dengan keringat dingin membasahi seluruh tubuh. Di hadapannya seorang wanita
awal 30-an yang memandangnya tenang. Edmund memperbaiki posisi duduknya dengan
canggung. Ia mengamati sekelilingnya. Oh, ya, benar. The Master pasti ke sini
dengan Charles sebelum mereka berangkat ke Torment.
“Ehm, dan… dengan siapa aku berbicara?”
tanya wanita ramah itu dengan suara merdunya.
“Aku selalu suka mendengar suaramu, Mrs.
Lennox.” Edmund menyeringai.
“Itu ‘Ms.’ dan ‘Leigh’. Aku sudah berpisah
dari mantan suamiku itu, Cheer, kalau aku tidak salah menebak.” wanita itu
masih tetap ramah walau ia sedikit jengkel ketika harus mendengar lagi nama
mantan suaminya.
“Ah, maaf, kesalahanku. The Master tidak
pernah bilang apa-apa tentang itu. Aku turut menyesal mendengarnya. Kau tahu
sendiri kan kalau Land Lord yang satu itu begitu misterius? Ehm, aku agak
kesulitan memanggilmu dengan ‘Ms.’, dan bagaimana dengan ‘Madame’? oh, ah, dan
yang benar saja kau masih harus memastikan kalau ini adalah aku? Kita sudah
saling mengenal selama delapan tahun.” Edmund berbicara cepat dalam dua kali
tarikan nafas.
“Ya, dan aku hanya memastikan kalau Edmund
sudah beristirahat.”
“Kau ingin memastikan apakah aku hilang
ingatan atau tidak? Baiklah. Namaku Edmund, dan begitu juga dengan dua yang
lainnya. Kami semua Edmund. Hanya sejak bertemu denganmu kami dikotak-kotakkan.
The Master menjadi Cold Face, The Oldest menjadi Calm, dan aku menjadi Cheer.
Kau memanggil kami sesuai karakter? Oh, ayolah, itu menjadi rasis!”
“Kemudian kau pasti tahu kalau kau
menyukaiku, Cheer?”
Edmund lalu tersenyum. Ya, bagaimanapun ia
adalah Cheer juga. Sulit sekali merasakan marah dan hal mengerikan lainnya. Itu
sudah ditangani oleh bagian lain yang juga sering disebut The Master. Ia
menyukai semua orang, kecuali orang jahat.
“Apakah kalian sudah selesai?”
Charles Collins, dengan gaya modisnya
berdiri di depan pintu dengan wajah khawatir. Sesekali melihat arloji dengan
gelisah.
“Kami sudah selesai Mr. Collins. Oh, Cheer,
kumohon jangan membuat masalah di sana. Kau tahu kan kalau Cold akan sangat
murka jika kau mengacau.” Madame Leigh tersenyum ramah.
“Tentu saja. The Master bisa muncul dan
mengambil alih kapanpun dia mau, tapi aku harus minta ijin terlebih dahulu, dan
The Old One tidak tertarik sama sekali untuk keluar.” Edmund tertawa pelan
sambil memakai mantel hitam modis yang tersampir di kursinya tadi.
Charles dan Edmund pamit. Mereka berjalan
cepat menuju mobil mewah di luar. Ketika Joseph, supir Charles membukakan pintu
mobil, keduanya masuk dan duduk tenang. Charles diam, lalu menoleh kepada
Edmund sambil memandang meneliti.
“Kau memakai bros keluarga Collins?”
Charles menyipitkan mata.
Edmund sedikit bingung, lalu meraba bagian
dadanya. Ia lalu melepas o-neck sweater hitam dan memperlihatkan bros
emas indah berbentuk huruf C dengan sayap di kedua sisinya.
“Terpasang rapi di dada kiriku, Dad.”
Edmund tersenyum.
Charles tersenyum dan mengangguk. Ia
kembali fokus pada Holo untuk memeriksa segala pekerjaannya. Charles masih merasa
canggung dengan senyuman Edmund. Ia selalu bersama Edmund yang angkuh serta
tanpa senyuman, dan Edmund yang riang ini membuatnya sangat nyaman dan senang
walau agak terasa janggal.
Edmund memakai kembali sweater dan
merapikan rambut. Ia tahu betul kalau
Master-nya sangat tidak ingin memperlihatkan lambang keluarga Collins itu. Akan
menjadi masalah jika ia bermain-main dengan lambang itu. Terkadang ada suatu
batasan yang tidak boleh dilewati walau sedekat apapun orang tersebut, dan
segila apapun ia masih sedikit waras untuk tidak mencari masalah dengan
Master-nya.
Edmund sekarang merasa sangat bahagia. Ia
sudah lulus dari ‘sekolah’ dan akan memasuki ‘akademi’. Terlebih lagi itu
adalah Torment Academy, sekolah tinggi terbaik di dunia ini yang hanya menerima
anak-anak berbakat. Ia tidak heran bisa memasuki Torment mengingat betapa
jenius dan hebat Master-nya. Ia juga hebat. Semua Edmund begitu hebat. Hanya
saja ia sangat sulit mengatur berbagai emosi terutama kegilaannya ini. Edmund
melirik Charles yang masih bersikap elegan walau ia tahu banyak pekerjaan yang
membuat pusing pria tampan modis itu.
Mereka sampai beberapa menit kemudian.
Sebuah stasiun dengan sebelas gerbang besar yang mengarah ke berbagai tempat di
seluruh belahan dunia. Tatapan Edmund terpaku pada satu gerbang paling mewah
dan klasik. Tentu saja Torment memiliki gerbang miliknya sendiri. Sebagai
sekolah terbaik di dunia, fasilitas seperti ini bukanlah apa-apa. Joseph
mengeluarkan koper Edmund dari bagasi dan Charles turun dengan gelisah walau ia
menyembunyikan di sikap elegan.
“Jangan lupa untuk terus menjaga
penampilanmu, Ed. Aku masih belum ingin mati di tangan Sir Corleone Collins.
Kau akan memahami ini jika kau dinyatakan layak oleh kakekmu itu, Ed.” Charles
merapikan rambut hitam mengilapnya.
Tentu saja Edmund mengetahui itu. Seorang
Collins harus selalu tampil menawan apapun yang terjadi, bahkan saat sekarat.
Sekarang mereka berdua berdiri di antara keramaian, dua pria menawan yang modis
dan mencolok. Orang-orang menyempatkan diri menoleh, bukan ke arah Edmund tapi
Charles. Ayahnya ini sangat terkenal karena ia adalah kepala keluarga Collins
yang baru, walau yang lama belum mati. Oh, sial! Aku ingin Pak Tua itu cepat
mati saja!! Edmund membelalakan matanya. Master-nya menjadi kesal. Aku
ambil alih!!
Edmund hampir terjatuh karena switching
ini. Charles bahkan menoleh dengan bingung. Tapi ia langsung paham ketika
melihat tatapan mata Edmund yang tajam dan wajah tanpa ekspresinya itu. Tentu
saja Edmund yang biasanya sudah kembali. Sikap tubuh tegap dan tegasnya kini
mulai serasi dengan penampilan yang mengagumkan. Setidaknya biarkan aku
sampai datang di Torment…!! Edmund mendengus kesal.
Charles kembali menoleh ketika Edmund
kembali hampir tumbang. Ia langsung paham lagi ketika melihat sikap tubuh penuh
semangat dan senyuman bodoh di wajah Edmund. Charles langsung merapikan
penampilan Edmund lagi ketika semakin banyak orang yang melewati gerbang
Torment walau jumlahnya hanya 1/23 dari total orang yang melewati sepuluh
gerbang lainnya.
“Ketika kau sampai di sana, temui Liza. Aku
sudah memberitahu dia bahwa kau akan sampai hari ini.” kata Charles dengan
cepat.
Liza? Edmund tiba-tiba merasa seluruh
persendiannya kaku. Ia menahan nafas, lalu kembali hampir terjatuh dan langsung
di tangkap oleh Charles.
“Kau baik-baik saja, Ed?” Charles tampak
khawatir.
“Bukan masalah, Dad. Hanya saja aku merasa
jijik mendengar nama itu.” suara Edmund sedingin es, begitu pula tatapannya.
“Oh… tapi, setidaknya temui dia.” ucap
Charles pelan.
“Aku sangat tidak ingin melakukannya. Tapi
tetap ada kemungkinan aku bertemu dengannya di jalan. Aku akan menyampaikan
salam darimu. Aku pergi, Dad.” Edmund mengambil kopernya dan pamit seadanya
dengan Charles.
Edmund berjalan dan ketika pintu gerbang
dibuka, ia melewatinya. Dapat terlihat pemandangan yang jauh berbeda dari sisi
ia datang. Di sini yang tampak adalah pemandangan serba hijau, dengan rerumputan
hijau, pepohonan besar yang hijau, gunung-gunung di kejauhan, udara yang segar
dan sejuk, begitu tenang dan indah. Bis-bis bagus dan besar mulai dinaiki oleh
para siswa ini. Edmund menoleh ke belakang, masih banyak anak-anak yang
seumuran dengannya melewati gerbang. Ia lalu mulai berjalan ke arah sebuah bis.
Ketika ia hampir masuk ke dalam bis, seseorang juga mencoba masuk. Edmund
melihat seorang gadis berambut pirang yang tersenyum ramah padanya.
“Oh, kau anak baru rupanya.” senyuman yang
begitu menawan dan suara yang lembut membuat wajah cantiknya semakin menarik.
“Bis untuk siswa baru!!” teriak seorang
petugas.
Edmund tidak mengubah ekspresinya dan
berjalan pergi menuju bis untuk siswa baru. Ia memilih duduk di bagian tengah,
seorang diri dan mendengar lagu dari headphone sementara sekelilingnya
riuh oleh perkenalan dan candaan siswa baru lain.
“Hm, bo–bolehkah aku duduk di sini?”
Edmund melirik dengan ekor matanya. Seorang
gadis berambut coklat yang gugup. Edmund tidak menjawab, hanya kembali menoleh
ke luar jendela. Tidak mendapat jawaban pasti, gadis itu masih berdiri dengan
canggung.
“Kau bisa duduk bersamaku. Tadi temanku
naik di bis lain.”
Gadis berambut coklat itu pergi. Edmund
kembali melirik. Seorang pria bertubuh besar dan tegap dengan otot-otot yang
cukup mengerikan. Ia tersenyum dan bersikap ramah pada gadis berambut coklat
itu. Edmund kembali merasa tidak perduli dan sibuk dengan pikirannya. Ia
menyindir betapa pengecutnya karakter periang yang cerewet tadi. Langsung
ketakutan setengah mati ketika mendengar nama perempuan bengis yang disebut
oleh Charles. Dirinya saja merasa jijik, tapi Si Periang langsung menjadi
pendiam. Begitu tenang di pikiran Edmund saat ini. Tidak ada ocehan dan
nyanyian mengganggu karena Si Periang yang dibencinya itu sekarang sedang duduk
memeluk lutut di sudut dengan kepala tertunduk.
Mereka sampai di Torment dan keluar dari
bis. Para siswa baru berbaris untuk melakukan pendataan dan pembagian kamar.
Edmund dapat melihat bangunan sangat besar, megah, dan modern jauh di depannya.
Edmund berada di baris paling belakang karena tidak ingin didesak untuk cepat
maju oleh orang lain di belakangnya. Edmund hanya mendengarkan musik dan
bersikap tenang. Hingga satu jam kemudian tiba gilirannya. Ruangan yang sangat
luas. Aula megah ini membuat Edmund memperhatikan secara menyeluruh, mencoba
menghafalnya agar tidak tersesat. Seorang wanita paruh baya yang tampak sangat
tidak ramah berdiri di hadapannya.
“Nama?” tanya wanita itu malas.
“Edmund August Collins.”
Wanita paruh baya itu menoleh ke arah
Edmund dan memberikan tatapan ‘jangan berlagak bisa berbohong di sini, katakan
saja yang sebenarnya, tolol!’. Wanita itu lalu menengadahkan tangannya, dan
Edmund tahu apa yang diminta. Edmund mengangkat sweater hingga tampak
bros keluarga Collins. Wanita itu meneliti bros yang Edmund pakai. Ia lalu
mengangguk. Seorang pria berpakaian rapi mengantarkan Edmund ke asrama.
“Kamar Valet nomor 514.” pria itu lalu
pergi dengan sopan.
Edmund memasuki kamar barunya. Sangat
bagus. Ia dapat melihat beberapa barang-barang pribadinya yang ada di kamar
lama sudah ada di sini. Pasti Charles yang mengaturnya. Edmund membuka lemari
pakaian. Ada stelan pakaian ketat dengan lambang Torment dan sepatu olahraga
baru. Sekali lihat Edmund sudah tahu kalau pakaian dan sepatu ini dibuat
khusus. Edmund berjalan ke arah tempat tidur. Ada monitor aneh di dekat tempat
tidur, Edmund memencet salah satu tombol.
“Edmund August Collins, level 1. Ability
belum diketahui.”
Ya. Belum ada yang mengetahui kemampuannya
di akademi ini. Edmund duduk di tepi ranjang, memejamkan matanya. Waktunya
Pertemuan. Awalnya gelap, lalu samar Edmund dapat melihat. Ruangan kosong yang
sepi. Ia dapat melihat wujud yang sama persis dengan dirinya masih duduk sambil
memeluk lutut di pojok ruangan.
Sampai kapan kau akan begitu terus?
Sampai pikiranku bisa menghilangkan nama
itu. Ah, begitu mengerikan! Si Periang yang cerewet, atau Cheer, tampak murung.
Mana yang satunya lagi? Bukankah aku sudah
bilang untuk Pertemuan? Edmund menjadi kesal.
Edmund Periang mengarahkan telunjuknya ke
arah kiri, di sana!
Ya. Hadir. Sosok Edmund lain yang berwajah tenang dan
ramah mengangkat tangan.
Cheer, Calm, merapat! Edmund melipat lengan di depan dada.
Mereka bertiga duduk melingkar di kursi. Kita
sudah di Torment, dan aku ingin kau tidak mengacau! Edmund mengarahkan
telunjuknya dengan tegas pada Edmund Periang.
Kenapa hanya aku? The Oldest juga
berpotensi mengacau!! Edmund Periang tampak protes.
Teruskan! Bagaimana rencanamu, Ed? Edmund Ramah tersenyum tipis.
Kalian harus meminimalisir tingkah kalian
yang membuatku sakit kepala! Aku ingin fokus belajar di sini. Jangan membuat
masalah, itu yang terpenting. Edmund masih memasang ekspresi angkuhnya.
Ah, baiklah. Setidaknya aku masih bisa
keluar ketika kau kewalahan atau kelelahan. Edmund Periang tersenyum lebar.
Kau benar. Edmund Ramah tertawa pelan. Mereka bertiga
sepakat untuk istirahat.
* * *